Metode 36: Tulisan Sebagai Sarana Mendidik
Kajian bersama Syech Said kali ini membahas “Tulisan Sebagai Sarana yang Digunakan Rosulullah dalam Mendidik Para Sahabat.” Dikisahkan, pada zaman dahulu sahabat yang menuliskan wahyu, hadist, surat-surat dakwah kepada negara lain, atau ayat-ayat Alquran. Ada yang diminta nabi, tapi ada juga yang berniat sendiri menulisnya. Kurang lebih ada sekitar ada 14 sahabat.
Abdullah bin Amr bin As termasuk sahabat yang selalu mencatatnya. Orang-orang Qurays bertanya, “Apa kamu selalu menulis perkataan nabi? Adakalanya apa yang disampaikan nabi itu salah atau sedang marah?” Perkataan orang-orang Qurays tersebut disampaikannya kepada nabi. Nabi pun menjawab, “Tidak ada yang keluar dari lisan ini kecuali yang Haq, maka tulislah.”
Hadist berikutnya, disabdakan ketika momen pembebasan kota Mekah. Allah menahan pasukan gajah sehingga tidka bisa memasuki kota Mekah. Allah mengizinkan rosul bersama kaum muslimin untuk masuk dan menguasai kota mekah. Sesungguhnya kota Mekah itu tidak dihalalkan untuk dimasuki, tetapi dihalalkan saat itu untuk pembebasan kota Mekah. Dan setelah itu tidak dihalalkan lagi menguasai kota Mekah. Tidak ada seorang pun sebelum dan sesudahnya untuk merusaknya. Oleh karena itu tidak ada binatang buruan yang boleh diburu. Tidak boleh menyakiti hewan-hewan di kota Mekah. Pohon-pohon tidak boleh ditebang, kecuali rantingnya yang menghalangi rumah atau mengganggu. Jika dijadikan kayu bakar tidak boleh, selama kayu tersebut digunakan untuk pembakaran maka mengambil kayu dari luar kota Mekah. Setelah Nabi menyampaikan pohon tidak boleh ditebang, seorang pamannya pun bertanya “Apakah idekhir boleh?” biasanya “idekhir” ini digunakan untuk aroma terapi. Mendengar pertanyaan pamannya ini, rosulullah mengizinkan pohon ini yang boleh ditebang.
Nabi berkhutbah, barang yang terjatuh atau tercecer itu juga haram kecuali untuk diumumkan. Karena pernah kejadian, ada tempat khusus untuk barang-barang yang tertinggal supaya orang-orang yang berhaji itu bisa mendapatkan barangnya tersebut. Setelah nabi berkhutbah tersebut ada Abu Syah dari Yaman, Ya Rosul tuliskan khutbahnya tadi. Kemudian rosul meminta sahabat lain untuk menuliskannya dan diberikan kepada Abu Syah.
Hikmahnya, Nabi sangat memuliakan kota Mekah sehingga Allah menjaga kota Mekah dan tidak ada yang menyerangnya. Allah pun menjaga penghuninya, binatang, tumbuhan, dan manusianya. Kedua, Ketika dalam sebuah pembelajaran seorang alim menyampaikan ilmu, pendengar boleh mengajukan usulan sebagaimana pamannya pada kisah di atas, “idekhir” untuk pemakaman atau aroma terapi (idekhir). Ketiga, semangat belajar dari para sahabat yang sangat luar biasa sehingga beliau meminta untuk dituliskan kembali untuk disampaikan kepada yang lain ataupun untuk dipelajari lagi.
Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, tidurnya di masjid, kemana-mana mengikuti nabi pergi. “Tidak ada yang mengetahui hadist nabi kecuali aku, kecuali Abdullah bin Amr,” Pernyataan tersebut dinyatakan Abu Hurairah sendiri. Karena Abdullah bin Amr, yang pertama kali yang mencatat (telah dijelaskan dibagian awal pembahasan ini), Abdullah bin Amr yang menulis, menghafalkan, dan meresapkan dalam hatinya. Abu Hurairah itu tidak menulisnya sebagaimana Abdullah bin Amr. Ia ingin menunjukkan bahwa sebenarnya dirinya lebih banyak mendengar hadist nabi tapi tanpa menuliskannya. Makna pentingnya yaitu kegiatan menulis untuk mengikat ilmu sebagaimana yang dilakukan oleh Abdullah bin Amr. Menulis itu penting dalam proses dakwah dan mendidik anak bangsa. Dengan menulis bisa menyebarkan ilmu dan berdakwah, mengajak orang lain melakukan kebaikan dan mengetahui Tuhan yang layak disembah. Adakalanya kita menuliskan tidak hanya pembelajaran-pembelajaran kita saja, tapi tulisan-tulisan motivasi atau surat-surat untuk membuat murid kita sadar. Menulis juga untuk menghafal, menjaga, dan mengkaji ilmu. Ilmu itu ibarat binatang buruan, maka perlu kita ikat supaya binatang buruan itu tidak lepas atau hilang.